Monday, April 21, 2014

Seandainya

Suatu malam pada bulan September akhir, Pramuka di sekolahku mengadakan penempuhan bagi anggota baru. Malam itu aku bertugas di pos III, yang menurutku pos yang paling menarik, karena sebelum Pos III, ada penempuhan dari alumni-alumni yang menyamar menjadi preman. Lucu sekali, ada yang marah-marah, ketakutan, ada juga yang menangis tersedu-sedu. Setelah tugasku selesai, aku bergegas kembali ke sekolah, tapi tidak melewati jalan raya seperti seharusnya melainkan lewat jalan kecil yang menuju pintu belakang sekolah. Di jalan yang sepi itu, aku dan temanku menikmati sunyinya malam. Melihat ke atas sambil mendengarkan suara jangkrik dari ladang tebu. Langit September itu terlihat sangat indah. Bintang-bintang berkilau cemerlang tanpa dihalangi awan. Dunia senyap dan diam. Sesampainya di lapangan belakang sekolah, kami berbaring di atas rumput, memandangi bintang-bintang. Aku tidak akan pernah melupakan malam itu dalam hidupku.

.....

Hari ini, dia akan pergi jauh. Sementara aku masih tertinggal di belakang, mengira-ngira apa arti rasa ini. Aku masih tidak yakin dengan hatiku. Aku tidak bisa memahaminya. 

Dia berbeda. Rasa ini juga berbeda.

Aku sempat membayangkan bagaimana ucapan selamat tinggalku. Mungkinkah dia akan memegang kedua pipiku lagi? Mungkinkah dia akan meletakkanku dalam peluknya lagi? Setengah dari hatiku memberontak dan mencerca. "Jangan sampai hal itu terjadi lagi!" Tapi, bagian yang lain, mengharap dan berdoa. Aku sadar, aku siapa. Dia. Mungkin dia memang melakukan hal itu kepada siapa saja. Dia dengan mudah saja melakukannya kepadaku yang bukan siapa-siapa, pasti dia lebih mudah melakukannya kepada orang lain. Tapi, apakah cara dia melihat orang lain, sama seperti cara dia melihatku?

Akhirnya terjadi juga. Perpisahan itu. Aku lewat di hadapannya, saat dia hendak keluar dari aula. Aku tidak tahu apakah dia memandangku. Tapi, aku memandangnya dari belakang, ketika dia keluar menuju cahaya matahari. Sebaliknya, bukan waktu yang berhenti, melainkan aku yang terperangkap masuk ke dalam toples itu, aku berhenti bergerak sesaat. Waktu menertawakanku. Jadi, begitu saja dia pergi. Hatiku terus saja bertanya "Akankah dia merindukanku disana?" Please, stop. I told it.

Suatu hari di masa lalu, saat aku bersama dengannya dan ada juga teman-temannya di situ. Saat aku sedang berbicara sambil bergurau dengannya. Juga saat aku berfoto bersamanya. Salah satu temannya menanggapi "Habis ini, cepat ditembak ya!" "Kalau kamu mau tahu, di dalam hatinya dia itu, dia senang banget" "Salahmu ke dia, itu kamu nggak menerima cintanya" Apa benar dia punya perasaan itu terhadapku? Lantas, kenapa aku yang merasa begini?

....

Di antara bintang-bintang malam bulan September itu, aku mengharap. Aku sudah lupa harapan tersebut apa secara pastinya. Namun, aku tahu satu walau masih ragu. "Tuhan, bisakah aku menemukan seseorang yang benar-benar mencintaiku dengan tulus dan sepenuh hati?" 




No comments:

Post a Comment

 
Back to Top